Jumat, 29 Agustus 2008

Wellcome di blogger Qonita.

Hello friends alias tmn2qu, slhkn bc crt2 d dlm bloggerqu!

Perkenalkan, aku Qonita!

Hallo, aku Qonita. Aku duduk di kelas 6 Sd HOMESCHOOLING. Aku senang bisa menjadi teman kalian. Tapi kalian juga mau berteman dengan aku tidak?


Halo semuaaaa ......!

Hallo semua temen2 yg tlh mengunjugi blogku!

“TRIMA KASIH SUDAH DATANG DI BLOGKU!”

Oh ya, titip salam buat tmn-tmnku yg kusayangi (kusenengi).

Shella (tmn baikku yg sll sj membuatku menggugah ht dn selama ini msh aq ingt)
Bella (pnls best seller! yng baik ht dn mau knln sm aq, trims ya Bell n smg kt bs krm e-mail2 trs! Oh ya doakan y smg nskh bk aq dan sdr kmbrku bs di trm di dar!mizan sblm knfrs pnls kkpk nnt, hehehe)
Mba Ersya (yg sk bk kkpk. Aq sk mba Ersya krn sk bk kkpk, n sll minjam bk kkpk di perpustakaanku n jg baik n rmh trs/dll. Hehehe .....)
Lulu (tmnku yang kalo ngomong itu lembut bgt. smg lks smbh ya!)
Nita (kakak Lulu yang kalo ngomong serius banget. hehehe ....)

Ok trims ya! S a l a m dari s e n y u m k u l h o!

Ok, kalian akan di sapa kembali oleh cerpen-cerpenku untuk menghibur kalian!

DAAA ...

Jangan lupa kirim e-mail ke aku dan beri comment ntuk blogku, ke www.senyum_qonita@yahoo.co.iod, (Jangan lupa kirim e-mail ke aku dan beri comment untuk blogku, ke www.senyum_qonita@yahoo.co.id djmn qu bls!)

Sebelumnya TERIMA KASIH! ......


Oh ya temen-temen, sebelum dapat sambutan hngt dr crpn2 qu, aku mo kasih data diri nih, agar temen2 tahu data pribadiku! Ok trims!

Data Diri

Nama lengkap = Qonita Aliyatunnuha
Tempat/Tgl Lhr = JakUt, 17 December 1997
Nama Ayah = Hanjaeli
Nama Ibu = Evi Susanti
Nama Kakak = Muhamad Hilmy Annabahany
Nama Adik = Salma Izzatunnuha dan Abdurrahman Aufa Liamrillah.
Hobi = Mnls, Mmbc, Mggmbr/mlks, main petak umpet.
Nama sdr spp = Difa, Fadiah, Hasna, Salwa dan Yana.
Bakat = .............. (belum tahu apa bakatku, insya Allah menulis ya!)
Makanan Fvrt = Mie rbs, nasi goreng, pizza (aku tetap brsykr ktk bisa menocab satu potong pizza, ALHAMDULILLAH) , cokelat, premen, roti, buah-buah-an (semua buah kecuali buah kiwi dan sawo) dan makanan ringan.
Minuman Favorit = Es krim, Minuman bersoda, Es teh dan kopi cappuccino.
Tempat Favorit = Kamar, taman, rumah, hotel dan ruang tamu.
Idola = Para Umi, Para Nabi, Sahabat Nabi, Para Ulama besar, Semua khalifah, Pmbl2/Pjg2 Islam, Para penulis cilik dan Penulis go internacional dan Jackie Chan (sorry kalo salah dalam penulisan namanya ya!).
Alamat Rmh = Jl. Wijaya Kusuma Bs 8 No 13. (masih ngontrak, kalo udah bisa beli rumah nanti aku beri tahu!)
Kode pos = 17432
Citty = Bekasi.
Alamat sekolah = Homeschooling (sekolah di rumah).

Ok sekarang terimalah sambutan hangat dari cerrr .... eits tunggu dulu aku lupa belum salam sama mbah dan tanteku dan tmn2ku dan saudaraku.

Salam Sapaku untuk semuanya!
Oh ya, titip salam nih, buat mbahku yang sedang sakit kanker payudara di pemalang, juga tanteku di tanggerang! Semoga lekas sembuh ya mbah Warniah tante Tuti! Aku ingin sekali menjengukmu, sayang masalah ekonomi! Aku selalu mendoakan kalian di manapun kalian berada!

Salam juga buat group pencilcommunity trmsk Bella, Kak Izzati, Kak Faiz, Kak Caca, Aini, Kak Alline, Ramya dan msh bnyk penls kkpk dan calon-calon penulis lainnya di group pencilcommunity (smg sukses sll), Salma, Aufa, Mas Mimi (yang ada di Jakarta utara dan tinggal bareng embahku), dan untuk orangtuaku serta kakek dan nenekku.


Ok trm ksh, yuk bc crt2ku! Maaf klo bnyk pnlsn crtku yg slh.


Bermain Balon

“Niiiinaaaa ..... Niiiinaaaa .... Niiiinaaa .... main yuuuk ....!” terdengar suara teman-teman Nina memanggil Nina.
“Ada apa teman-teman?” tanya Nina dengan suara yang lembut.
“Kita main yuk!” kata dari salah satu teman Nina.
“Main apa?” tanya Nina.
“Ke rumahku aja dulu!” kata Putri sambil tersenyum.
Mereka pun berjalan menuju rumah Putri.
Di tengah perjalanan ke rumah Putri, Putri melihat ada seorang lelaki tinggi yang sedang berjualan balon. Putri pun mempunyai ide. Ia langsung pergi dan menghampiri abang itu.
“Bang berapa satu bungkus balon yang belum ditiup?” Tanya Putri mengubrak-abrik bungkus balon.
“Tiga ribu Dik!” kata Abang itu sambil tersenyum melihat Putri.
“Isinya berapa Bang?” tanya Putri tersenyum melihat teman-temannya.
“Dua puluh tiga Dik!” Abang itu melempar senyum pada Putri.
“Saya boleh milih enggak Bang bentuknya?”
“Silahkan Dik! Ada yang bentuknya hati, binatang, matahari, bintang, dan ada yang campur Dik! Seperti love atau maksudnya hati, hewan dan bintang dan yaaa ... lain-lain. Harganya tetap tiga ribu kok!”
“Oh yaudah deh Bang. Saya milih yang isinya campur—campuran! Nih uangnya” kata Putri mengeluarkan dompet yang ada gambar tokoh film cartun Hello Kitty.
“Makasih ya Dik!”
“Sama-sama Bang!”
“PUTRIII ....!” Kata Nina sambil berteriak.
“Ada apa?” tanya Putri mengambil kresek dari tangan Abang balon yang isinya balon pesanan Putri.
“Kamu habis ngapain sih? kok kayaknya lama banget. Capek! Yuk lanjut!”
“Beli balon!” Putri membelai rambutnya.
“Untuk apa?” Tanya Lisa menggigit bibirnya.
“Ya .... untuk main lagi ..... untuk apa saya beli balon ini Lis?”“Kok kayak anak kecil sih!”
“Kan kita emang masih anak kecil. Belum baligh lagiii ...!”
“Ya ... juga sih!”
“Udah-udah kita lanjutin jalan ke rumah Putri!” kata Nina melerai adu mulut Putri dan Lisa.
* * *
“Aaah .... akhirnya sampai juga ke rumah kamu!” kata Nina memasang wajah lega.
“Astri, Devi mana?” kata Sisi.
“Tuh lagi minum!” jawab Astri.
“Ooo ...!”
“Eh, teman-teman kita main balon yuk!” kata Putri.
“Ayuk!”
“Put, Mama en Papa kamu di mana?” tanya Sisi.
“Pergi!”
“Pergi ke mana?” tanya Sisi memasang wajah heran.
“Ya kerjalah!”
“Kan tapi ini hari Minggu. Minggu kan aturan ortumu libur dong!”
“Papa en Mamaku setiap hari kerjanya enggak pernah libur!”
“Ooo ... tapi memangnya kenapa?” tanya Sisi. Putri menaikkan bahu.
“Eh teman-teman ayo kita main baloon ...!” Nina sudah tidak sabar untuk bermian balon.
“Oh iya, jadi lupa!” mereka semua sibuk memilih-milih bentuk-bentuk balon. Lalu mulai meniup balon .
“Ufhh ... ufh ...!” Nina mulai meniup balon. Palkc ... dorr .... balon Nina tiba-tiba meletus dan membuat Sisi kaget.
“Aduuuh ... aku jadi kaget!” kata Sisi.
“Kamu kalo niup balon hati-hati dong!” gerutu Sisi.
“Ya ... ya ... sih ... aku minta maaf. Gak sengaja!”
“Em!” Sisi terus meniup balonnya.
“Nin kamu cepet banget niup balonnya udah sampai dua, sekarang aja udah mo sampai tiga!?” kata Putri.
“Uf ... uf ... uf ..!” Plakc .... dor ....! tiba-tiba balon Nina meletus lagi. “Gara-gara kamu sih ngomong terus .... jadi meledak deh balonnya. Padahal aku suka banget bentuknya bintang!”
“Iya .. ya .. maaf! Ayo, kita main. Aku dua balon saja. Yang satu balonnya untuk cadangan!” Putri mengambil kedua balonnya.
“Ok, let’s go!” kata Sisi mengambil tiga balonnya.
Mereka semua melempar-lempar balonnya ke terowogan. Yang balonnya kena sandal, balon itu di anggap gugur.
Tanpa terasa begitu cepat waktu berjalan. Hari sudah semakin sore. Teman-teman Putri akan pulang membawa balon yang ditiup masing-masing. Sungguh bermain balon yang menyenangkan

Tupai yang Sombong
Dahulu kala, di sebuah hutan yang penuh dengan pohon rindang, hiduplah berbagai macam hewan yang saling berteman, baik dengan binatang buas maupun binatang yang berbadan kecil. Tak ada yang marah-marahan. Semua bisa saling memaafkan. Di suatu pagi, seekor tupai yang berwarna cokelat dan yang terkenal sombong di hutan itu, berusaha memanjat pohon yang sangat tinggi. Pohon itu tidak bisa di panjat maupun di lompati dengan benar oleh semua hewan maupun raja hutan dari ketinggiannya yang sangat tinggi. Namun, tupai itu berlagak sombong seolah-olah dia bisa memanjatnya dengan cepat dan melompat dengan baik saat semua hewan melihatnya dari semak-semak yang ada di dekat sungai. “Hanya saya yang bisa memanjat dan melompat dengan baik.” kata tupai dengan sombongnya sambil mengarahkan pandangannya kepada semua hewan. Melihat hal itu, Harimau marah dan hendak pergi dari semak-semak itu. Namun Harimau mencoba untuk sabar melihat tupai itu berlagak. Semua hewanpun terdiam kesal dan mereka menduga tupai itu tidak akan berani memanjat. Tiba-tiba tupai tergelut memanjat pohon yang tinggi itu sambil menutup mata dengan telapak tangannya. Tanpa dia menyadari kalau di bawah pohon itu ada sungai yang sangat dalam. Ia akhirnya terjun ke sungai yang dalam itu. Semua hewan termasuk ikan yang ada di dalam sungai itu pun terkejut. Sang ikan melompat dari dalam sungai saat tupai tercebur dan tupai pun berteriak minta tolong.“Tolooooong…tolooooong…” teriak tupai yang hampir tenggelam itu. Sayangnya tak satu pun hewan yang berani menolongnya. Sang tupai pun berusaha dengan sekuat tenaga untuk keluar dari sungai itu. Ia pun akhirnya berhasil keluar dari sungai. Kemudian ia merenungi kejadian yang baru saja dialaminya di atas rerumputan.“Mengapa teman-teman tak ada yang mau menolongku? Apa salahku? Apakah mungkin karena aku sombong.“ pikir tupai itu.Tupai pun sadar akan apa yang telah diperbuatnya. Ia meminta maaf kepada semua teman-temannya. “Maafkan aku ya, teman-teman” kata tupai sambil menjabat tangan mereka satu per satu. Semua hewan pun memafkan dengan penuh ketulusan.Demikianlah kisah tupai yang sombong itu. Akhirnya tupai pun berubah kelakuan dan sikapnya. Dia tidak sombong lagi. Bahkan, Dia menjadi tupai yang dermawan pada semua hewan sehingga banyak hewan yang ingin berteman dengannya

Tentara Berderet.
“Akhirnya, Pasukan Berghis siap melawan Tentara Berderet. Wuuh mereka semua tak tahu kalau Tentara Berderet itu sekarang sudah berlatih keras sehingga kekuatan mereka makin bertambah.
Suatu hari, saat salah satu Tentara Berderet sedang jalan-jalan, Pasukan Berghis menghinanya.
Katanya,
“Huuuh ..... Tentara Berderet? Pati kalo mau jalan-jalan berderet terus sehingga mengganggu tentara-tentara lainnya!”
Betapa kesalnya hati Goy, nama Tentara Berderet yang dihina itu. Cepat-cepat Goy melaporkan pada ketuanya.
“Maaf Pak Anoy! Anu, saya ingin beritahu, bahwasannya salah satu Pasukan Berghis menghina saya dengan olokan yang tidak enak dihati!” Goy menceritakan semuanya.
“Hemm! Itu berarti mereka sudah siap bertarung! Lihat saja, mereka akan kalah dengan semangat yang dimiliki oleh para tentara Berderet!” Anoy, Ketua Goy dan Tentara Berderet Lainnya menjawab dengan sangat tegas.
* * *
Siang hari tiba, nampaknya Pasukan Berghis sudah menunggu Tentara Berderet dari tadi pagi lamanya di lereng gunung.
“Heh, lama sekali Tentara berderet. Itu karena mereka pasti kalo jalan selalu berderet! Hahahahahahahahahaha .....!” Ketua Pasukan Berghis tertawa dengan sangat kencang. “Mereka juga pasti harus latihan melawan kita! Tapi percuma saja! Karena mereka tetaplah BAN-CI! CIHUUUUIII!” Ketuka Pasukan Berghis tertawa keras-kereas.
“Hai pasukan Berghis! Asal kalian tahu! Kalian bagaikan buah-buahan!” Pemimpin Tentara Berderet menghina Pasukan Berghis.
“Heh! Tahu dari mana kau!” Seorang wali Pasukan Berghis dengan sombongnya dan dengan lantang maju ke tengah-tengah rombongan.
“Heh dasar kalian pemalas! tak pernah belajar! Berghis menurut bahasa kita kan Bergizi han (dan) sehat!”
“Huh! Itu berarti bagus. Kami sehat, dan bergizi. Daipada kalian? hanyalah bisa berderet saja! Cihuuui!” Ledek pasukan Berghis. Tanpa basa-basi, dan karena hati Tentara berderet sudah kesal, mereka memulai peperangan!”
“Langsung bagaimana? siapa yang menang?”
“Tunggu dulu! Dengerin terus ceritanya.
Lalu semuanya berperang. tiba-tiba datang Dewa berderet.
“Ehem! ehem! mengapa kalian berperang?” Dewa turun dari langit memakai baju putih dari kain sutra.
“Eh!” semua Tentara dan Pasukan Berderet dan Berghis berhenti berperang.
“Anu dewa, Tentara berderetlah yang memulai duluan. mereka mengejek kami buah-buahan.” Pasukan berghis ketakutan.
“Tidak perlu kalian semua jelaskan sekarang aku sudah mengerti dan tahu. sebenarnya bukan Tentara berderet yang memulai, tapi Pasukan kalian. aku nyatakan yang akan menjaga bumi ini adalah Tentara berderet karena kejujurannya dan keteladannya!”
“Hah itu tak mungkin Dewa. kamilah yang lebih baik dari pada Tentara berderet!” Pasukan Berghis tak terima oleh keputusan Dewa berderet.
“Harus!”
Akhirnya, Pasukan Berghis dikeluarkan dari bumi dan dilempar ke neraka. dan yang akan melindungi bumi ini adalah Tentara Berderet!”
“Apa itu benar?”
“Tidak Felip. ini hanya dongeng. dongeng itu cerita khayalan. jadi kalian mengerti? seru ceritanya? Dan sebenarnya yang melindungi bumi ini hanyalah Allah SWT yang maha Kuasa dan Esa”
“Seru kak Siska!”

Salam yang Wajib.

Pita dan Fita sedang bermusuhan. Biasa anak kembar.
Saat itu, Pita hendak pergi keluar rumah untuk membeli nasi goreng karena di rumahnya sedang tidak ada makanan.
“Assalamualikum!” Pita mengucapkan salam. Fita hanya mencibir. yang lainnya seprti Umi, Beny dan Princes menjawab salam.
“Wa’alaikumussalaam!”
“Lho kok Fita tak menjawab salam, sayang?” tanya Umi.
“Malas. Ngapain, saya lagi musuhan kok sama dia!”
“Lhooo .... tapi tak boleh begitu dong sayang. Walau kita sedang bermusuhan, kita tetap harus menjawab salam. Itu wajib lo. Kecuali kalau kita sedang berada di kamar mandi. Terus kalau misalkan ada temen kita yang Kristen manggil kita dengan salam, jangan jawab Wa’alaikumussalaam’, karena Wa’alaikumussalaam artinya adalah : semoga kamu juga selamat. Masa kita doain orang Kristen semoga engkau juga selamat? kan agama yang selamat dan rahmtulillah hanyalag islam. Aturan kita jawab salamnya Wa’alaikumsahaam! Mengerti?” Umi menasehatkan panjang lebar.
“Baiklah!” Fita dan Pita memang anak yang penurut. Fita pun mematuhi nasihat Uminya.
Sesampainya Pita pulang, Fita tetap menjawab salam. Pita pun dinasehati oleh Umi seperti nasehat yang diberikan kepada Fita. Pita pun juga mengikuti.





^ _ ^
“Chees!”


Tabungan Miming


Setiap hari, Miming selalu menabung hasil kerjanya. Setiap hari ia menjadi pembersih mobil. Setiap harinya bisa dibilang Miming hanya mendapatkan uang sepuluh ribu dari hasil kerjanya. Tujuh Ribu diberikan pada kedua orangtuanya, tiga ribunya untuk ditabung.
Miming berpikir, Untuk apa aku punya banyak uang kalau tak ada gunanya? kata Miming saat ingin membagikan lima ribu kepada kedua orang tuanya dan lima ribu juga untuk ditabung Mimimng. Ah tidak usah, Biar aku tabung sedikit-demi sedikit, nanti hasilnya juga akan lebih banyak kok! pikir Miming saat memutuskan, uang untuk ia tabung hanya tiga ribu saja. Akhirnya setiap hari Miming hanya menabung tiga ribu dan untuk orang tuanya adalah tujuh ribu.
Pagi-pagi Miming harus siap-siap membawa kemonceng, lap, air untuk membersihkan kaca, dan minyak pewangi supaya mobil yang ia cuci (kacanya) bisa jadi wangi.
Ia berjalan pelan-pelan di jalan raya. Kadangpula, ia berlari untuk mendapatkan mobil yang bagus tapi kotor.
“Misi pak, kaca mobil Bapak mau saya bersihkan?” tanya Miming membopong barang-barangnya.
“Ah maaf dik, saya lagi tidak butuh, nanti saya bisa bersihkan sendiri kok!” kata bapak itu. Kadangpula hati Miming sedih mendengar celaan orang-orang atau kalau ia dikasihani.
“Ooh gimana ya ma? mau dibersihkan nggak? kasihan anak perempuan harus berkerja seperti ini!” bisik seorang bapak saat ditawarkan oleh Miming untuk dibersihkan kaca mobilnya.
Yah pokoknya banyak pengalaman yang menyenangkan hati Miming dan yang tidak menyenangkan hati Miming.
Hari minggu, Miming harus tetap berkerja walau itu hari Libur. Miming malah lebih suka berkerja pada hari Libur, karena banyak yang jalan-jalan. Miming juga lebih suka kalau dijalanan yang luas sedang macet, tapi kalau bagi pengemudi-pengemudi pasti tidak. Di sana (saat macet atau hari libur) Miming bisa berlari dan bertanya-tanya pada seeemua pengemudi mobil. Oh ya, tapi orang tua Miming tidak hanya menunggu Miming sampai pulang atau hanya nganggur. Bapaknya adalah pedagang Asongan, kalau Ibunya berkerja sebagai penjual kue. Kue-kuenya pokoknya tidak terlalu mahal, seperti misalnya brownies, Bolu Kukus, Pastel, Nastar, Lemper dan lain-lain. Mereka adalah keluarga yang berbahagia walaupun dengan keadaanya.
Saat pulang kerja, biasanya jam empat sore-an, Miming ganti baju lalu mandi. Ia makan sore dulu dengan cemilan-cemilan ibunya.
“Bu, Aku beli kue nastar, ya, bu!” kata Miming mengambil tiga kue nastar.
“Udah enggak usah beli, kamu ambil aja. Lalu kamu jangan lupa makan pakai nasi!” kata Ibu memukul-mukul atau mengipas-ngipas makanannya yang dirubungi lalar.
“Ah Ibu, yang bener nih?” tanya Miming mengibaskan rambut kuncirannya. Walaupun miskin, Miming berwajah cantik dan mempunyai baju yang segar tanpa tambalan karena bajunya selalu ia rawat.
“Iya!” kata Ibu.
“Oh ya ... ngomong-ngomong sayurnya apa bu?” tanya Miming.
“Ikan cuek sama sayur bayem!” kata Ibu membungkus brownies.
“Yes ... makasih ya bu! itu lauk yang palingku suka bu!” kata Miming menggengam kedua tangannya keatas ke bawah.
Selesai makan, Miming masuk ke kamarnya. Tempat tidurnya terbuat dari kayu. Ia melihat jamtangannya.
“Oh tidak, besok tanggal lima belas! aku harus cari uang lebih banyak. Oh iya, lewat tabungan saja!” kata Miming. Ia mengambil panci besar ditutup.
“Ha hanya ada dua puluh tiga ribu? aduh aku butuh dua belas ribu lagi nih!” kata Miming. Tiba-tiba kakak Miming, Sarah datang.
“Ming gimana? Kalau kakak ada tiga puluh lima ribu!” kata Sarah duduk di samping Miming.
“Aduh banyak banget. Boleh nggak kak, aku minta dua belas ribuu saja ...!” kata Miming.
“Yah uang kakak nanti tinggal dua puluh tiga ribu deh. Memang kamu mau beli apa?” tanya Sarah mengelus-elus kunciran kuda Miming.
“Untuk beli buku itu lho .....!” kata Miming.
“Apa?”
“Pengetahuan-pengetahuan yang dari Mba Alica. Bukunya bagus-bagus. Pengetahuannya jelas untuk anak-anak.”
“Emang kamu mau beli dua?”
“Ya!”
“Kalau begitu, baiklah. Mungkin kakak bisa beli komik Alica yang Freec Skyil dan let’s go, tapi ... harganya berapa ya? bisa kutawar tidak ya?”
Esok harinya, kedua adik kakak itu pergi ke rumah temannya Alica.
“Hallo Lic, aku dan adikku mau beli buku nih!”
“Oh iya ... ya ... mari-mari silahkan masuk. Sekarag ada bukuku yang terbaru lho! Dan aku sudah membuat dua komik baru.” Sapa Alica dengan lembut.
“Ahg ... apa judulnya?” tanya Sarah menggaruk-garuk kepalanya atau rambutnya yang tidak gatel.
“Ahg judulnya sama seperti kemarin. Ya nama seseorang yang aku buat asa! Jangan memarahiku ya!”
“Memang komik yang mana?”
“Freec Skyil. Nah komik yang baru aku buat itu namanya Souzi Akatsu.”
“Waaah .... nama yang bagus!” kata Miming bertepuk tangan.
“Ah terima kasih dik.” kata Alica. “Oh ya sudah, silahkan lihat-lihat dulu. Aku mau membantu ibuku melayani para tamu di kafe ibuku!”
“Oh iya silakan-silakan!” kata Sarah. Mereka berdua melihat-lihat buku-buku yang ditulis Alica.
“Wah dulunya Alica hanyalah pembersih-bersih kaca rumah orang. Tapi .... semenjak dia menabung dan tabungannya untuk dibelikan computer dan ia mulai menulis cerita yang di kirim di berbagai penerbit dan media, dia jadi kaya ya Ming.” Seru Sarah tak percaya.
“Iya ya ... kak. Aku jadi ingin menjadi penulis kak!” Kata Miming.
***
Tahu tidak? Setiap pulang dari kerja, Miming selalu menulis jurnalnya. Judulya :/ Pembersih mobil punya perasaan!
Di jurnalnya, ia menuliskan semua perasaanya jadi pembersih mobil. Dan tahu tidak? Ah, jurnalnya di terima! Dia mendapat royalty besar sekali, sebesar
Rp. 4.000.000,00. Wow! keren!
Nah, royalty yang ia dapatkan, menjadi motivasi yang membuatnya semangat untuk terus menulis. Dia menulis cerita keduanya yang berjudul :/ Anak pembersih mobil.
Di situ, ia selalu menceritakan pandangan orang-orang terhadap anak-anak yang membersihkan mobil. Tapi menurut Miming, enak kalau kita jadi pembersih mobil. Nanti siapa tahu kalau kita sudah besar, kita punya mobil. Nah biar nggak nyuruh-nyuruh orang dan bayar, karena kecilnya sudah biasa bersihin mobil kan jadi gampang bersihinnya!
Setahun kemudian berlalu. Buku yang ia terbitkan sudah banyak. Sekitar enam-tujuh buku.
Nah, hari ini, Miming ingin menghitung tabungannya.
Waw keren! Tabungannya sudah Tiga puluh tujuh juta! Banyak banget.
Rencananya, Miming mau menabung lterus menerus sampai suatu saat ia bisa membeli rumah yang lebih bagus dan membelikan orang tuanya tempat tidur yang empuk supaya orang tuanya tidak selalu masuk angin.
Eh Alhamdulillah, keinginannya terkabul untuk beli rumah, computer dan tempat tidur untuk orang tuanya!
Subhannallah ... baik sekali hati Miming!

Membuka Perpustakaan kecil-kecillan.


Dari dulu .... aku dan saudarakembarku membuka perpustakaan. Ya pastinya perpustakaan kecil.
Ketika malam hari tiba, Tiga orang amah datang mengunjungi rumah kami. mereka membeli alat-alat tulis dan macam-macam benda pada kami. Ketika itu Bu Bambang, melihat bukuku yang berjudul “366 kisah al-qur’an ke 2”. Dia tertarik untuk meminjam.
“Ini buku kalau di pinjam seminggu berapa?” tanya Bu Bambang menunjukkan bukunya pada kami. Kami bilang satu buku lima ratus dalam seminggu. Bu Bambang juga bertanya, ada lagi nggak? buat Sabila! begitu katanya. Aku bilang masih ada dua. yang ketiga dan yang kesatu. Namun yang ke satunya hilang, jadinya aku berikan yang ada saja.
Beberapa hari berlalu. Bu Bambang datang kembali dengan anaknya Billa saat aku datang ke rumah. Ia membeli beberapa peralatan sekolah. Pensil lima, sampul dan macam-macam lah. Lalu Bu Bambang bertanya pada Billa ingin meminjam buku apa? Ia menunjuk buku kkpk, 2 of mee ( tulisan kak Izzati) dan Niha sang juara. Kalau Bu Bambang menunjuk buku, Kamu juga bisa jadi Dai cilik kok! (yang dibuat oleh team dar!mizan).
Semenjak itu Bu Bambang sering pinjam buku. Salah satunya yang ketiga kalinya adalah Beautiful Day’s (tulisan Bella).
Alhamdulillah sudah dapat untung sampai delapan ribu. Dapet seribu dari buku 366 kisah al-qur’an, 2 of mee, niha sang juara dan kamu juga bisa jadi dai cilik itu terlambat ngembaliin jadi seharusnya dibayar tiga ribu, tapi hanya dibayar tiga ribu. Gak papalah. Oh ya, tapi bukan Cuma Bu Bambang lho yang sudah minjem, Kemarin-kemarin Amah Nia dan Iwa meminjam tiga buku. Amah Sulis Laskar pelangi yang terus diperpanjang karena belum sempat baca bukunya. Nah dari situ kita membeli buku besar untuk perpustakaan kami lho!
Dan sekarang ....... temen-temen kami yang minjem. Mba Ersya teman aku, dia selalu minjem buku kkpk, katanya dia suka sekali.
Alhamdulillah ya temen-temen!


Pesta makan

Rio adalah anak terkaya dari dua pasang pengantin muda yang tak lama menikah di desa Sukabumi tahun lalu. Rio adalah anak kesatu dari pasangan itu. Umur Rio masih empat tahun. Wajahnya kecil berbentuk kotak, berbibir tipis dan bermuka putih. Dia masih belum tahu apa-apa yang ada di sekelilingnya kecuali barang elektronik. Makanya orang tuanya takut jika terjadi apa-apa kalau Rio melakukan sesuatu pada barang elektronik. Menurut orang tua Rio, mereka sangat bersyukur karena saat beberapa bulan setelah Rio lahir, Rio sudah bisa berbicara dengan lancar dan tidak terbata-bata atau cadel.
Tanggal 12 November tiba, itulah tanggal hari ulang tahunnya. Ibu dan ayah merencanakan pesta Ulang tahun besar-besaran dirumahnya.

Ketika Ulang tahun Rio di rayakan.

Semua makanan yang Rio inginkan sudah dihidangkan di meja yang besar dan panjang. Meja panjang dekat teras luar semua penuh dengan makanan dan minuman.
Seorang anak laki-laki bersama ibunya ingin minum jus Alpukado di Samping jus Blueberry yang lagi Rio minum setelah acara syukuran selesai, tapi mereka tidak di bolehkan minum oleh Rio.
Rio segera mengusir mereka. Dia berlari menuju ruang penyimpanan barang elektronik di kamar atas lantai tiga. Dia membawa pengeras suara atau mikrofon. Sambil berlari ke bawah ia menyalahkan mikrofon itu.
Sesampai di tempat pesta, orang-orang yang terlihat lagi makan diam-diam berhenti makan dan berpura-pura tidak tahu.
“Aku yang punya pesta ini! Kalian semua tidak boleh memakan makanan yang ada di rumah ini. Mengerti!” kata Rio berteriak, ia kembali ke atas mengembalikan mikrofon. Orang tuanya kaget ketika mendengar perkataan Rio. Mereka minta maaf pada semua tamu.
Rio kembali lagi meminum jus Blueberry dan biscuit bulat yang berlapis krim cokelat dengan keju. Sehabis Rio memakan dua makanan itu, ia merasakan tubuhnya ingin menari-nari di sekeliling tempat. Tak tahu mengapa, anak kecil seperti dia apakah sudah bisa menari?
Orang tua Rio sekarang lagi belanja makanan untuk para tamu yang tak dapat menikmati makanan yang dihidangkan.
Akhirnya sebelum orang tua Rio pulang, Rio berputer-puter sambil berteriak.
“Hai bantu aku! Aku tak bisa berhenti!” kata Rio merentangkan kedua tangannya sambil berputar-putar dengan kaki berjinjit. Semua orang terdiam karena sakit hati mengingat perkataan Rio yang tadi di ucapkan keras-keras menggunakan mikrofon.
Tiba-tiba saja, di ruangan tempat ulang tahun Rio diadakan, mati lampu. Semua anak-anak berjerit ketakutan memeluk mama dan papanya.
“Mama… papa…!” kata Rio yang juga mulai ketakutan. Ia menabrak semua meja-meja yang penuh makanan. Ia memar. Tapi hanya luka ringan.
Tiba-tiba beberapa barang atau makanan yang terbungkus berjatuhan dari atas dinding. Semua tertimpa dan berteriak kesakitan dengan kencang.
“Aaaaa…!” teriak beberapa orang ketakutan.
Lampu langsung menyala. Banyak barang yang sudah mulai berantakan. Mereka semua ingin melangkahkan kakinya keluar dari rumah besar itu, namun mereka tak mau karena tertahan oleh barang-barang yang tadi berjatuhan dari atas dinding.
Ada banyak makanan tersedia dalam satu box.
Cokelat, sandwitch, burger, pizza, spageti, bakmi, blueberry dan masih banyak lagi makanan dan minuman yang ada dalam box itu.
Rio berhenti dari menarinya. Tidak tahu siapa yang bisa memberhentikannya.
Orang-orang yang hadir dalam pesta Rio adalah keluarga yang sederhana dan sekarang mereka sedang rakus-rakusnya memakan makanan yang tersedia. Semua berpaling pada Rio ketakutan dengan mulut yang keromotan.
“Kenapa? Kenapa? Tak apa-apa makan saja jangan takut aku mengaku berbuat salah. Setidaknya itu ganti makanan yang telah kuhancurkan. Sepertinya aku lebih rakus dari pada kalian!” Rio tertunduk sedih sambil duduk di salah satu bangku. Semua orang yang berpaling pada Rio dengan ketakutan melanjutkan makannya.
Saat orang tua Rio pulang, meraka berdua bingung melihat semua orang sedang makan-makan.
Setelah pesta ulang tahun Rio yang kelima usai, Rio menceritakan semua yang terjadi pada pestanya kepada orangtuanya. Ia menamakan pesta ulang tahunnya bukan pesta ulang tahun lagi, tapi pesta makan.
Namun misteri itu masih di cari-cari oleh penduduk desa Sukabumi.
Tapi untungnya Rio telah sadar pada apa yang telah ia perbuat.


Gara-gara jilbab.

Linda adalah anak orang kaya yang memiliki tubuh sempurna. Akan tetapi, kesempurnaanya dan kekayaannya tidak untuk dipamerkan. Dia selalu memakai jilbab kalau hendak pergi kemana-mana. Ia baik, tidak sombong dan bijaksana.
Pada suatu hari, saat Linda jalan-jalan bersama Angsa (nama orang), ia melihat seorang anak yang sedang memulung. Anak itu masih kecil. Mungkin usinya baru hampir menaiki umur 7 tahun, karena ia begitu kecil. Tapi Linda bingung, menggapa pagi-pagi seperti ini, di hari libur seperti ini, mereka harus berkerja? pikir Linda dengan rasa sedih. saat itu Linda mengajak Angsa untuk menghampiri anak itu.
“Assalamualikum dik!” kata Linda yang tiba-tiba mengagetkan anak itu. Tiba-tiba tak tahu mengapa, anak itu langsung pergi ke rumahnya. Tanpa keraguan dan kepastian, Linda dan Angsa mengikuti anak itu.
“Ada apa Ran?” tanya sang ibu.
“Lani di sapa oleh seolang kakak-kakak yang cangat cantik. Dia memakai jilbab. Apakah aku juga bisa memakai jilbab Bu? Bial lebih cantik sepelti Ibu yang juga memakai jilbab?” tanya Rani, nama anak itu.
“Oooh nama anak itu Rani!” bisik Angsa.
“Eemmm ... iyah!” Linda mengangguk paham.
“Rani sayang, maafkan Ibu nak. Jilbab ini adalah pemberian orang tua ibu. Ibu tidak membelinya, tapi ini memang jilbab Ibu. Ibu senang memakainya walapun ada banyak tambalan. Tapi Ibu tak bisa memberikannya untuk kamu sayang!” kata Ibu Rina dengan sedih. Tiba-tiba saja, handpone Linda terjatuh, karena saat itu handponenya nongol keluar tidak kedalam. Linda dan Angsa sangat kaget mendengarnya. Begitu juga dengan Rani dan Ibunya. Mereka hendak keluar.
“Ada siapa ya?” tanya Ibu Rani.
“Ohg ... engga Bu. Handpone saya jatuh. Sebelumnya saya minta maaf karena handpone saya jatuh membuat pembicaraan Ibu dan adik rrr ...”
“Syuut!” kata Angsa saat Linda ingin memberitahukan nama anak itu.
“Ooo jadi kamu mendengar pembicaraan saya dan anak saya ya?”
“Ya bu maafkan saya dan teman saya!” karena Linda memang anak yang jujur, ia pun jujur.
“Oh tak apa nak. Tapi jangan beri tahukan siapa-siapa, tentang pembicaraan ibu ini ya! Tapi ngomong-ngomong kenapa kalian nekad untuk membicarakan pembicaraan saya dengan anak saya?” tanya Ibu itu memegang pundak Rani.
“Oh itu telnyata kakak-kakak yang menyapa aku Bu. Hallo kak! Assalamualaikum juga!” kata Rani.
“Oh iya dik. Wa’alaikumussalaam.” kata Angsa dan Linda sambil melempar senyum.
“Kalau begitu saya dan anak saya akan kedalam lagi! Permisi” Linda dan Angsa pun pergi. Tapi Linda begitu sedih meninggalkan rumah itu. Rumah itu begitu sangat kecil. Linda jadi berpikir, bagaimana kalau ada hujan? pasti rumah itu akan banjir dan roboh di terjang angin.
“Bu ini kan hali ulang tahun Lani Bu! jadi tolong bel®ikan satu saja jilbab untukku!” Linda mendengar perkatan Rani saat pergi. Ia jadi terharu.
“Aduh sayang bagaimana ya? Jilbab Ibu terlalu panjang. Atau ibu menjahitnya sampai sependek kamu ya?” pikir ibu sambil mengelus-ngelus rambut Rani.
Keesokan harinya, sepulang sekolah, Linda datang ke rumah Angsa.
“Ada Angsanya Mba Dwi?” tanya Linda pada Mbanya Angsa.
“Oh iya Lin. Silahkan masuk dulu! Angsa sedang menguncir rambutnya. Tunggu sebenrtar ya!” kata Mba Dwi menghampiri Angsa. Saat Linda ingin duduk di sofa yang empuk, datanglah Angsa.
“Eeeh Angsa ayo kita datang ke rumah anak kecil kemarin. Aku ingin bermain bersamanya.” kata Linda menggandeng tangan Angsa.
Sesampainya di rumah Rani, mereka berdua mengajak main Rani. Ibunya membolehkannya untuk mian. Tiba-tiba Rani dibawa pergi oleh Linda dan Angsa kesuatu tempat. Tempat itu adalah rumah yang besar.
Saat datang, rumah itu gelap. Tapi sudah dipenuhi barang-barang lengkap rumah. Tiba ... tiba saja ...
“Selamat ulang tahun Raniku sayang. Ini ada kado dari Aku dan Angsa! Terima ya!” waaah betapa kagetnya Rani. Ia menerima dengan sangat gembira.
“Aku buka kado dali Mba Angsa dulu ya!” kata Rani membuka kado dari Angsa.
“Waww ... isinya boneka. Cantik sekali, apalagi dengan anak-anaknya dan aksesoris lainnya. Kalau kak Linda ...?” Rani mencoba membuka kado dari Linda. “Aaah isinya enam jilbab anggun. Waaah bagus sekali. Aku suka sekali. Keludungnya sedada, jilbabnya ikhl®om. Waah betapa bagusnya jilbab ini.” Anggun sekali Rani dengan wajah gembira itu. Rani membuka jilbab itu lalu mencoba di depan badannya untuk mencukupkan.
“Ada sepatu dan sendalnya juga lho ... . Serta buku-buku pelajaran dan sedikit uang!” kata Linda.
“Ahhh ... telima kasih atas pelhatiannya kak Angsa dan Linda. semoga Allah membalas apa yang kakak-kakak lakukan!” kata Rani mengeluarkan setetes air mata.
“Ahh amin. Tapi dek anggun jangan menangis dong. Itu juga imbalan karena kamu telah membantu orang tuamu kerja.” kata Angsa terpesona.
“Iya!” lanjut Linda bangga.
“Iya kak Aku takkan menangis. Aku sangat mensyukuli nikmat yang Allah bel®ikan padaku.” kata Rani memeluk Linda dan Angsa.
“Oh ya sayang. Rumah ini juga buat kamu lho ... . Rumah ini dekat dengan rumah Kakak. jadi kamu bisa bermain dengan kakak. Tapi ingat kalau kita sudah bisa bermain bersama, jangan tunda panggilan orang tua, jangan memberantakkan rumah dan jangan mengecewakan ibumu ya sayang!” kata Linda memeluk Rani.
“Ah iya Kak. Itu pasti, kalena itu sudah suatu kewajiban kita telhadap olang tua. Makasih ya kak atas pembel®ian l®umah ini juda!” kata Rani mencium pipi Linda.
“Ah ini semua juga berkat bantuan Allah dan kak Angsa juga kok sayang ...!” kata Linda mengeluarkan setets air mata.
“Ah telima kasih juga untuk kak Angsa.” kata Rani memeluk sambil sekaligus mencium pipi Angsa. Angsa pun ikut menangis dan Rani pun juga menangis. Keadaan di rumah itu jadi haru. Aduh aku juga jadi ingin menangis nih hiks ... hiks ... hiks ...
Rani mencoba lari secepat mungkin kerumahnya lagi. Dia memberitahukan kabar yang sangat gembira untuk ibunya.
“Ibu ... Ibu ... aku punya kabal yang sangat menggembilakan.” kata Rani meloncat-loncat kegirangan.
“Ah ada apa Ran ... ha? dapat dari mana sayang jilbab itu? Apakah kamu mencuri? Apakah kamu membeli?” tanya Ibu sambil menggendong Rani.
“Tidak Ibu, kakak-kakak inilah yang membelikan semua ini. Ada boneka, ada sepatu dan sandal, ada uang, ada buku-buku pelajalan dan satu lagi ada LUMAH Bu .... LUMAH ..... LUMAH ....!” saking gembira, Rani turun dan memeluk Angsang dan Linda.
“Ha .... ya Allah terima kasih atas pemberianmu. Dua anak ini sangat baik pada keluargaku. Terima kasih Nak!” kata Ibu Rani memeluk Angsa dan Linda.
“Ah tidak apa-apa Bu. yang penting, Ibu jangan sampai lupa bahwa masih banyak orang yang kesusahan. Jangan memamerkan atau membanggakan diri atau sombong kepada orang lain atas kepunyaan milik ibu. Ingatlah Allah terus melihat semua makhluknya. Ibu pun juga. Dimanapun Ibu berada, Allah tetap melihat ibu dan semua makhluknya. Karena Allah adalah tuhan kita!” kata Linda menghapus air mata. Ooohg .... Ibu Rani memeluk Linda dan Angsa dengan sangat erat.
Ketika pulang dari rumah Rani, Angsa mencurahkan isi hatinya.
“Iya, sama Ang, aku juga sangat sedih melihat anak itu. Ternyata selama kita bermain, jalan-jalan, makan, minum, pakai baju dan lain-lain banyak sekali orang yang menderita dan lebih menderita daripada kita. Allhamdulillah kita telah diberikan yang terbaik dari Allah.” Waduh gawat nih, Linda terharu. Bagaimana dengan Angsa ya? Dia pasti menangis.
“Iya, aku jadi sangat sedih. Semoga kita bisa membantu anak-anak yang lain lagi ya Lin. Untung Papa kamu juga mau membantu untuk membelikan rumah itu!” kata Angsa menangis. Tu ... kan benar, dia menangis. Air matanya turun bercucur-cucur kemana-mana.
Keesokan harinya, sepulang sekolah, Linda kembali memanggil Angsa.
“Assalamualikum .... Angsa ... Angsa .... aku Linda ... ada Angsanya tidak?” tanya Linda memencet bell rumah Angsa.
“Ah iya sebentar!” kata Angsa keluar menemui Linda. Linda terkejut. Ia melihat sekujur tubuh Angsa mulai dari kaki hingga kepala.
“Ya Allah, sekarang kamu lebih cantik. Sekarang kamu mau memakai jilbab. SubhanAllah!” Linda tekjub dan bangga pada Angsa atas kejadian ini. Betapa cantiknya Angsa memakai jilbab.
“Ini semua gara-gara jilbab. Jilbab adalah GAUNKU!” kata Angsa memutar-mutarkan tubuhnya dihadapan Linda. SubhanAllah, manusia (perempuan) lebih cantik dan anggun kalau memakai jilbab, karena jilbab bagaikan GAUN yang lebih indah daripada gaun. Teman-teman yang belum pakai jilbab, pakai jilbab juga ya! Tapi jilbab itu bukan kerudung yang penuh gaya, baju lengan panjang dan celana panjang. Jilbab itu adalah baju terusan dan kerudungnya sedada, tapi jilbabnya harus ikhrom (sampai melebihi kaki) ya, dan kalian juga harus memakia kaoskaki kalau kalian mau menjadi makhluk yang dicintai tuhannya! Kita harus menutup semua aurot dengan memakai jilbab, kerudung dan kaoskaki.

Kasihan Sekali Embahku


Kakakku tinggal di rumah Bahbu dan Bahkung. Pasalnya ketika masih bayi, Umi tidak pernah memperhatikannya soalnya ada aku dan saudara kembarku yang sering sakit-sakitan ketika lahir. Akhirnya, karena melihat Umi kerepotan, Bahbu dan Bahkung merawat kakakku sampai remaja saat ini.
Saat itu, Bahbu dan Bahkung pergi ke kampungnya untuk membeli gula merah. Karena di kampungnya memang terdapat berbagai macam gula merah yang bagus.
Saat mereka berdua akan pulang, kakakku yang sedang nginep di rumahku karena enggak diajak bahbu and bahkung ikut ke kampungnya, akhirnya kembali pulang ke rumah Bahbu and bahkung untuk ngelanjutin sekolah (kelas 2 SMP) karena telah dua minggu libur.
Saat mengantarkan kakak pulang, Umi nginep di rumah Bahbu and Bahkung karena besok paginya ada urusan atau pergi yang tempatnya dekat dengan rumah Bahbu and Bagkung.
Saat pulang, di mobil terasa sepiiii ... sekali karena tidak ada yang berbicara. Aku tertidur. Saat hampir sampai kerumahku, kami berhenti untuk makan saat jam dua belas. Salma (Saudarakembarku) pindah kebelakang untuk tidur. Aufa pun juga ikut makan. Jam setengah satu kami selesai makan, dan saat pulang kami lalu langsung tidur. Oh ya, saat kami makan, di warung itu masih ada anak kecil (laki-laki) yang belum tidur lho! Dia baik, mau mengantarkan Aufa yang pengen pipis. Dia juga ikut membantu ibunya melayani kami.
Pagi-pagi, Abi, Aufa dan Salma main badtminton bersama. Aku sedang nonton televise mencari-cari berita tentang aspirasi rakyat dan gossip-gosip tentang selebriti (hihihi .... sebenarnya gak baik nyari gosip pagi-pagi lho! akunya aja yang lupa waktu itu!). Selesai bermain, Salma makan mie rebus dengan memasak cara cepat. Jadi maksudnya, Salma menaruh mie yang belum matang dipiring, lalu dituangi air panas dan dikasih bumbu.
Aku pun jadi merasa lapar, aku bertanya pada Abi
“Bi ada mie lagi enggak?”
“Enggak ada. Qonita juga mau? nih sana beli gih, nanti masak sendiri ya!” kata Abi mengeluarkan dompet.
“Iya, tapi enggak usah deh. Kalu boleh Qonita makan nasi uduk aja ya Bi!” kataku.
“Oh yaudah. Aufa juga mau enggak?” tanya Abi mengambil selembar uang rp sepuluh ribu.
“Iya!” kata Aufa. Akhirnya Aku dan Aufa makan nasi uduk.
Ketika Abi pergi, Salma belajar. Aku lemas sekali, jadi aku tidak bisa belajar. Tapi aku sempat belajar juga lho! Biasanya, Aku dan Salma sering belajar di televisi. Di TVRI. Aku dan Salma belajar bahasa Inggris di film apa ya ... Fun ... apa ya? Ah Maaf ya, aku lupa namanya.
Aku tertidur karena ngantuk, tahu snediri kan aku tidur jam berapa? lalu bangun jam setengah enam. Ya ... aku jadi capek deh!
Siang-siang, aku bangun saat Umi sudah ada. Umi menyambutku baik sekali. Sebenarnya sih bisa dibilang Aufa yang membangunkanku, saat Aku bangun ia lalu membangunkanku sambil berteriak,
“Mba ada kue Dorayaki!” Wah kayak di Doraemon aja ya. Kue yang dimaksud Aufa itu adalah kue Apem. bentuknya sih juga mirip dengan kue Dorayaki di film Doraemon ya!
Malam pun tiba. Semua berkumpul seperti semula. Umi bercerita saat aku lagi mengetik sebuah buku.
“Katanya ya bi ya, Tante War sekarang kangkernya sudah ganas!” tiba-tiba, Aku yang sedang asyik main computer jadi bertanya.
“Apa-apa Mi?” tanyaku serius tapi masih memainkan computer.
“Itu .. Mbah yang minjemin ... kita DVD untuk nonton kaset yang lu beli itu Qon ...! Se ....” omongan Salma terpotong oleh Qonita.
“Oh ya ... ya ... sekarang Qonita tahu yang mana. Mbah War kan? tapi umi tadi ngomongnya Mbah Warniah kok? Terus emang kenapa Mbah War?” tanyaku yang semakin serius aja.
“Mbah Warniah itu .... Mbah War Qon. Itu kan nama panggilannya aja. Katanya, Mbah War punya penyakit kangker. udah ganas. katanya udah stadium empat!” kata Salma menjelaskan lebih jelas lagi.
“Yang bener? Kangker apa?” tanyaku menengok wajah Salma.
“Enggak tahu!” kata Salma.
“Kangker Payudara. Katanya sudah memasuki stadium empat dan memang sudah ganas dari dulu dan sudah menyebar ke seluruh tubuh. Katanya pas kita mudik kemarin, Mbah Warniah udah oprasi yang pertama kalinya. Lalu, sekarang yang kedua kalinya. Engga tahu bisa atau enggak.” Jelas Umi. Aku hanya terbengong saja. Hati ini pedih dan sakit. Aku panas dingin. Aku pengen nangis.
“Ya Allah, yang bener Mi? Padahalkan Mbah Warniah baik sekali. Masa, yang bener sih Mi?” Aku bertanya dengan semakin ragu.
“Iya, Bener!” kata Umi.
Saat itu Aku melepas computer. Aku masuk ke kamar lalu memanggil Umi. Saat itu aku meminta keterangan lebih jelas lagi. Kata Umi, sekarang satu payudaranya sudah dipotong ketika operasi pertamakalinya.

Ketika Sahabat Rianti rusak.


Rianti adalah anak ke tiga dari lima bersaudara. Dia mempunyai kakak perempuan yang kembar dan dua adik. Orang tua Rianti bekerja sebagai penulis Novel dan Artikel di majalah-majalah. Rianti mempunyai rambut yang panjang berwarna hitam yang tebal. Mukanya lonjong, matanya besar, dan hidungnya mancung. Setiap bepergian rambutnya selalu di kepang. Rianti sangat senang mengarang cerpen di komputer. Rianti duduk di bangku kelas 5 SD Negeri di salah satu kota Jakarta. Dia anak yang cerdas di sekolahnya. Setiap tahun mendapatkan beasiswa dan juara kelas. Tapi dia tidak sombong, sehingga banyak teman yang mau menemaninya.
***
Sudah berulang kali Rianti mengirimkan naskah cerpennya di berbagai media, namun belum ada satu pun berbagai macam media yang mau menerima naskahnya. Ia mulai belajar menulis cerpen pada umur empat setengah tahun. Naskahnya sekarang berjumlah sekitar empat puluh limaan. Dulunya keluarga Rianti keluarga yang sederhana, namun hingga naskahnya yang ke 50, diterima salah satu media di penerbit, Ia merasa itu semua berkatnya dengan bukunya yang Bets Seller dengan jumlah uang yang bertambah dan bertambah terus sehingga mempunyai rumah yang sekarang cukup besar. Rianti merasa sangat senang sampai kesenangannya sangat berlebihan. Ketidaksombongannya berubah menjadi sombong pada teman-temannya. Akhirnya teman-temannya mulai menjauhinya.
Hari Senin jam 06.30, saat Rianti ingin berangkat sekolah, dia berlari ke kamarnya terlebih dahulu.
“Emm-mah selamat tinggal sahabatku, nanti siang kita akan bertemu lagi!” Ujar Rianti kepada laptop barunya. “Aku sudah tidak memakai komputer gembel yang lama itu lagi kok, aku sudah mempunyai kau dari hasil karyaku. Laptop seperti kau itu lebih mahal daripada komputer seperti dia itu! Dan aku yakin kau akan memberikan semuaaaaanya … yang terbaik untukku!” kata Rianti mencium salah satu sudut laptopnya dengan perasaan riang. Laptopnya kini menjadi sahabat dekat Rianti menggantikan komputer keluarga lamanya untuk menulis cerpen. Dia juga tidak mau meminjamkan laptopnya kepada siapapun termasuk keluarganya. Rianti sudah berubah. Bahkan, sepertinya Rianti sudah kehilangan rasa berterimakasih kepada kedua orang tuanya.
Saat itu jam 12.00 WIB, waktunya Rianti pulang sekolah. Dengan semangat dia membuka sepatu, membuka kaos kaki dia, mengganti baju, meletakan tas, dan makan siang.
“Oh tidak!” kata Rianti terkejut melihat laptopnya yang terkena tumpahan air. “Siapa yang merusak laptopku? Siapa yang berani masuk ke dalam kamarku?” kata Rianti sambil berlari keluar menuju ruang keluarga. Ia melihat keluarganya berkumpul dan dengan asik menonton film spesial keluarga. Cepat-cepat dia menggertak meja di depan sofa sambil mematikan televisi.
“Rianti sebenarnya ada apa dengan kamu!” gertak Ayah Rianti menahan amarahnya.
“Ayah tahu kan betapa mahalnya laptopku, namun siapa yang berani merusak?” tanya Rianti murung.
“Kami semua kan tidak boleh memakai laptopmu, kami juga tidak diizinkan masuk ke kamarmu. Hanya Mba Lusi yang kamu izinkan untuk membereskan kamarmu. Kamu juga menempelkan tulisan “Dilarang masuk” di depan pintu kamarmu.” gertak Ayah Rianti kembali. Tiba-tiba Tio adik Rianti yang baru memasuki kelas satu SD mengangkat tangannya pelan-pelan, sambil menggigil. Ibu Rianti menoleh pada Tio.
“Ada apa nak?” tanya Ibu.
“Sa … sa … !” kata Tio tersela oleh Rianti.
“Oooo … jadi kamu toh yang merusak laptopku Tio?” kata Rianti mendekati Tio dengan perasaan yang amat sangat marah. Jantung Tio semakin mendebar-debar ketakutan. Tangan serta kakinya juga semakin kedinginan. Matanya berkaca-kaca mau menangis.
“Rianti, dengarkan dulu perkataan adikmu, baru kamu bertanya. Jangan asal menuduh dulu. Tio mari sayang berkatalah sesuatu yang ingin kamu katakan!” kata Ibu Rianti yang tak bisa menahan amarahnya.
“Mba Nti maaffin Tio yah! Tio tak sengaja, saat manggil Mba Lusi yang lagi ada di kamar Mba Nti, saat lagi memasukan pakaian Mba Nti ke dalam lemari Mba Nti, kan ada gelas berisi minuman Mba Nti di meja dekat pintu kamar yang tidak di tutup pakai tutuppan gelas, terus gelas itu lagian juga ada di samping laptop Mba, eh tanpa sengaja gelas itu tersenggol oleh siku kananku!” kata Tio jujur mengucapkan perkataannya dengan terbata-bata. Rianti terdiam pasrah, ia sebenarnya marah besar pada Tio, namun ia tak sanggup untuk berteriak karena ia merasa tenggorokkannya yang sudah sedikit sakit. Sambil menelan ludah, Ibu berkata,
“Sudahlah sayang maafkan Tio. Dia tak sengaja. Pakailah komputer keluarga untukmu, atau kalau kamu tidak mau pakailah laptop Ibu, biar Ibu memakai laptop ayah saja bersama!” kata Ibu membilas-bilas rambut hitam tebal Rianti. Rianti sedikit membisu namun sedikit demi sedikit dia kembali berbicara.
“Aku pasrah Bu. Aku akan menggunakan komputer keluarga yang dulu. Aku yakin selama ini aku telah sombong pada Ibu, Ayah, adik, kakak, serta teman-temanku yang ada di sekolah maupun di dekat rumah. Semua aku minta maaf termasuk pada Ayah dan Ibu. Aku berjanji tidak akan mengulangi perbuatanku itu jika aku mempunyai sesuatu barang yang berharga. Aku berjanji apa saja barang yang kuperoleh dari hasil karya naskah cerpen manapun, maupun apa saja boleh di pinjam bersama-sama!” kata Rianti mengeluarkan setetes air mata.
Kelak tahun ini Rianti tidak bisa memakai laptopnya. Ia selalu memakai komputer yang dulu. Tapi dirinya tak pudar semangat untuk menulis cerpen walau dia harus menulis berbagai macam kumpulan cerpen di komputer dulu. Namun ada suatu hadiah yang sangat mengejutkan Rianti. Rianti menerima beasiswa dari kumpulan cerpennya termasuk pengalamannya itu yang terjadi, yang dia tulis. Dirinya sudah tak sombong lagi pada teman-temannya, begitu juga keluarganya. Ia akhirnya memperoleh laptop yang lebih bagus dan mahal dari hasil karyanya, namun dia selalu mengizinkan salah seorang keluarganya untuk meminjam laptopnya untuk kepentingan keluarga bersama. Ia juga sudah bisa memaafkan Tio. Dan dia pun juga kembali di temani teman-temannya lagi.

Kamu pasti bisa!

Dena Octaviani, adalah nama dari seorang anak prempuan yang tidak mudah menyerah, baik, cantik dan berbakti pada kedua orangtuanya. Dia sering di panggil Dena. Dia cacat. Dia memiliki empat jari di kedua tangannya. Namun, ketaksempurnaanya tak pernah ia ungkit-ungkit dalam bentuk perasaan kesal dan sebal. Justru ia malah lebih bersyukur dan menganggap Allah sangat sayang padanya.
Ia mensyukuri tangannya masih memiliki jari daripada orang-orang yang tak memiliki jari. Suatu hari .....
“Ma ... ada sayembara menulis untuk kategori anak SMP!” Dena berteriak.
“Yang benar? Ok, ikuti saja!” Mama tak percaya.
“Tapi .... jari Dena kan hanya empat. Tidak bisa menulis Ma!”
“Itu tidak akan bisa mengahlangimu mengikuti sayembara ini. Dengan jari empat, kamu masih bisa mengetik di computer kan? Kamu pasti bisa!” Mama memberikan semangat yang sangat berarti di hati Dena. SubhanaAllah, hati Dena terbuka begitu lebar. Ia mau menulis di computer untuk mengikuti lomba itu.
Beberapa hari belalu. Dena mencoba membuka situs sayembara menulis di internet. Saat mencari namanya, namanya tidak terpajang di situs itu.
“Ma aku kalah!”
“Ah yang benar? Coba kita cari bersama lebih teliti!” Mama meneliti dari atas ke bawah.
“Ini dia!” seru Mama.
“Mana? Aku sudah tliti kok Ma!”
“Iya, tapi kamu tidak ingat kan kalau kamu pakai nama samaran!”
“Oh iya .... hihihi ...!” Dena tertawa terkikik-kikik.
“Tukan .... Kamu pasti bisa!” Aku juara!

Sifa adalah nama anak perempuan yang baik hati, ramah, bisa menjaga rahasia, dan berbakti kepada kedua orang tuanya.
Suatu hari, Sifa, Nana dan Kaka sedang jalan-jalan ke kebun sekolah. Tiba-tiba, Yeni datang dengan kabar yang mengejutkan.
“Sifa .... Nana ... Kaka ... kita juara !” Teriak Yeni dari kejauhan.
“Ah yang bener?” semua kaget tak percaya.
“Ya! Sifa, kamu yang menjadi juara satu! Kaka kamu juara Dua. Aku juara tiga. Dan kamu Nana ... kamu juara harapan satu!” Yeni melonjak-lonjak senang.
“Ah Alhamdulillah makasih Ya Allah!” Sifa mengangkat kedua tangannya di depan muka lalu di usap ke mukanya.
“Ayo kita lihat di papan pengumuman!” Yeni menarik tangan Sifa, Nana dan Kaka dengan sangat keras.
“Ahg iya ... sungguh aku tak percaya!” gumam Sifa.
“Sifa selamat ya! Aku tak percaya, kau bisa menyaingi aku di bagian peringkat ke lima! Ini sungguh ajaib!” Tika, anak yang paling pinter di kelas Sifa mengucapkan selamat.
“Ah Tika. Maaf ya aku sudah merebut posisimu! Dan terima kasih atas pujiannya!” ujar Sifa.
“Tidak apa-apa Sif. Itu wajar. Mungkin aku kurang giat dan kurang rajin belajar. Ini suatu pelajaran bagiku! Aku pergi ke kelas dulu ya!” Tika berlari menuju kelas. Hati Sifa sangat pedih melihat temannya Tika memberikan ucapan Selamat karena ia merasa tak enak hati pada Tika.
Tiba-tiba, Bu Ina datang sambil menepuk tangannya.
“Yo ... anak-anak. Kita ke kelas untuk membagikan rapor, piala dan mendali emas bagi juara satu sampai dua, juara tiga sampai empat perak dan seterusnya perunggu!” Anak-anak berlari menuju kelas. Ada yang senang karena mendapatkan juara, ada yang tidak senang karena tak mendapatkan juara.
Sifa dan Kaka mendapatkan mendali emas dan piala yang sangat gede alias besar dengan nama masing-masing. Sedangkan Yeni dan Nana mendapatkan mendali perak dan piala juga. Tika dan Ofi yang menjadi peringkat ke enam mendapatkan mendali perunggu dan piala yang kecil dengan namanya. Begitu seterusnya.
Hati Sifa sangat senang dan bangga. Dia sedang menunggu supirnya Fark untuk menjemputnya.
“Halo nona!” sapa Fark menuju Sifa.
“Halo Fark!” bales Sifa tersenyum.
“Sepertinya ada kabar menyenangkan hari ini?” Tanya Fark membukakan pintu mobil.
“Tentu. Masa kau lupa. Hari ini ada pembagian rapor. Dan kau tahu aku juara berapa?” Tanya Sifa.
“Tidak!”
“Aku juara. Juara Satu!”
“Oh ini kabar yang menyenangkan. Pasti orang tuamu bangga dengan kejeniusanmu dan kesungguhanmu saat berjanji akan mendapatkan juara!”
“Ya, dan mereka akan mengajakku ke Panti Asuhan untuk buka puasa bareng mereka!”


Hampir Saja.

Silmi, Agus dan Nesi sedang di culik para penjahat komplotan preman pasar. Uh kasihan sekali mereka.
“Emmmh .... !” Silmi, Agus dan Nesi terus menggeleng-gelengkan kepalanya dengan mulut di lakban.
“Suut Diam! Sekarang berikan nomor telepon kalian!” Kata salah satu preman yang bernama Marchell.
“Emmeh!” Silmi, Agus, dan Nesi alias SAN kalau dipanggil bertiga, tidak bisa berbicara.
“Bodoh! mereka tidak akan bisa berbicara. Buka lakbannya!” kata Mirchell bos komplotan preman itu sekaligus kakak kembar Marchell.
“Ah!” lakban yang berada di SAN sudah dibuka oleh Heki.
“Sekarang berikan nomor telpon kalian!” kata Heki.
“Jangan!” Silmi berteriak.
“Oh begitu. Kalau kalian tidak mau, nyawa kalian akan ... hekk!” Heki mengambil pisau lalu memperagakan membunuh leher dengan pisau itu.
“Ah .... baiklah. Di tas kami ada nomor telepon orang tua kami!” kata Silmi.
“Ok ... anak pinter” kata Mirchell.
Heki menelpon alamat rumah SAN.
“Hallo?” Papa SAN mengangkat.
“Hallo, apa benar ini rumah bapak SAN?” tanya Heki.
“Ya. Ini siapa ya?” tanya ayah SAN.
“Kami adalah komplotan preman yang menculik anak bapak. Sebaiknya bapak tenang dulu. Anak bapak akan selamat kalau bapak mau menebus anak bapak dengan uang sebesar .... seratus juta rupiah. Mengerti?”
“Apa? kalian mau apakan anak saya?” tanya ayah SAN khawatir.
“Sudah ... sudah jelas ... pokoknya kalau ingin anak bapak selamat, bapak harus mengikuti perintah itu. Tapi ... ingat! Bapak tidak boleh menghubungi pihak polisi manapun untuk ke sini!”
“Tapi ...!” ayah SAN kaget.
“Ingat ...! Saya akan mengizinkan bapak mendengar suara anak-anak bapak!” Heki mendekatkan handpone-nya ke SAN.
“Ayah ... ayah .... ayah ...!” SAN berteriak.
“Anakku ... kalian tidak apa-apa?” tanya ayah SAN berteriak haru.
“Sudah cukup. Kalau bapak ingin mendengar suara anak-anak Anda, silahkan satang ke Jl. Agustios di gang gubuk dua dengan membawa uang sebesar seratus juta tapi dengan tidak membawa polisi! Kami ada di salah satu gudang yang bertuliskan nama “Gudang Marichiel!” kata Heki mematikan handponenya.
“Tapi ...!” ayah SAN tak kuat menahan haru. Ia mengeluarkan setetes air mata.
“Ok Heki, sekarang kita bagi-bagi rencana!” kata Marchell menempelkan lakban pada SAN kembali.
“Bagus. Ya, kita akan membagikan rencana!” kata Mirchell.
“Silahkan Kak!” kata Marchell.
“Baiklah. Heki ...!”
“Ya Kak?”
“Kau yang menjaga anak-anak bawel itu. Aku dan adikku akan menunggu ayah dari tiga anak itu!” kata Mirchell menarik tangan Marchell ke luar.
“Ok Bos!”
Satu jam kemudian, saat menjaga SAN, Heki tertidur pulas. Aw ... Mirchell lupa kalau bahwasannya Heki itu pengantuk.
Tali di tangan Silmi sudah hampir copot. Silmi berusaha keras untuk mencopotkan tali di tangannya. Dan akhirnya bisa juga deh.
Silmi membuka lakbannya dan mencoba membuka tali Agus dan Nesi.
“Silmi, untung kau ...!” pembicaraan Agus dipotong oleh jari telunjuk Silmi yang di angkat ke depan mulutnya.
“Oh iya!” Agus membisu.
Selesai membuka tali dan lakban kedua saudaranya, Silmi mengusulkan pergi ke pintu belakang.
“Apa benar ini pintu belakang Mba Silmi?” tanya Nesi.
“Suut! Lebih baik kita lihat saja dulu!” bisik Silmi sangat pelan sambil mengangkat jari telunjuknya di dekat mulut.
Tiba-tiba ....
“Hekiii .. Hek ... !” Marchell berteriak memanggil Heki.
Waduh gawat! pikir Silmi dalam hati.
“Kalian jangan pada berisik. Kita sembunyi di belakang meja ini dulu!” kata Silmi. Agus dan Nesi mengangguk.
“Ya AMPUN .... Hekiiii .... kok kamu tidur sih? Lihat! Mereka bertiga hilang! Aduh udah mana sejam lagi orang tuanya datang! Sudah cari Mereka. Pasti kalau kakak tahu dia bisa marah!” Marchell marah-marah.
“Aduh maaf Chell. Gua ketiduran!”
“Udah jangan pake maaf! Sudah terlanjur. Pokoknya gue gak mau tahu. Lu harus temuin mereka sebelum Kakak gue ke sini!”
“Ok ... ok Chel. Santai aja dong! Gue kan gak sengaja!”
“Tenang-tenang ... bagaimana gue bisa tenang. Pertama, uang kita bisa hangus, kedua, kita bisa dimarahin Kakak gue tahu! Bodoh!” Marchell memukul kepala Heki.
“Iya ... iya ... akan gue cari!” Saat Heki berdiri, Mirchell datang sambil marah-marah.
“Ada apa sih? Dari tadi teriaaaak .... Hekiiiiii ...... di mana tiga anak ituuu?” Teriak Mirchell saat tahu bahwasannya tiga anak yang ia culik tidak ada!
“Hhhh ... hiii ... hii ... hilang Bos!” kata Heki terbata-bata.
“Tau nih Kak. Dia sangat gak becus jagain tiga anak mungil!”
“Kamu ini! Sudah Chel, kamu tidak usah menyalahkan dia. Sebaiknya kita cari saja mereka!”
“Baik Bos!” Marchell dan Heki mengikuti Mirchell pergi ke luar.
“NGAPAIN KALIAN IKUTI GUE? BERPENCAAAAAR!” teriakan Mirchell membuat seluruh gudang jadi guncang. Marchell berlari kea rah toilet, sedangkan Heki ke atas (tangga).
“Marchell, ngapain ke toilet!? Mau kencing! Lu aturan cari di dekat pintu belakang! Di dekat meja!” mendengar teriakan Mirchell, SAN jadi gugup dan takut.
Saat Marchell mendekati meja dan melonggo ke dekat meja. Ooow ... ketiga anak itu hampir menjerit. Namun Silmi tak habis akal. Ia melihat di atasnya ada kayu yang terlihat sampai ke bawah. Silmi mengambil kayu itu lalu memukul Marchel kencang-kencang sampai Marchell tak sadarkan diri alias pingsan.
Ketiga anak itu berlari kencang sekali. Mereka tiba di tengah jalan. Saat itu mereka melihat mobil berwarna ungu. Mereka tahu bahwasannya ....
“PAPA!” teriak mereka bertiga melonjak-lonjak.
“Ah anak-anakku!” ayah lalu membuka pintu mobil.
“Bagaimana kalian bisa ada di sini?!” ayah sangat terharu.
“Panjang. Sebaiknya ayah segera membawa kami ke kantor polisi!” Silmi membuka pintu.
“Baiklah! Ayo cepat masuk ke mobil!” ayah menuntun anak-anaknya untuk cepat masuk ke dalam mobil. Saat berada di kantor polisi, mereka segera menunjukkan di mana mereka berada. Saat sampai di sana, mereka semua sudah tidak ada. Tanpa disadari oleh polisi dan ayah dan SAN, para penculik itu pada manjat di tiang listrik. Mereka bertiga melorot kecapaian. Mereka akhirnya di tangkap.
Kebetulan kata polisi, mereka adalah buronan pilisi. Para polisi mengucapkan terima kasih sekali telah di bantu.
HAMPIR SAJA!

Kelinciku!
Ramya memiliki kelinci yang sangat indah, cantik, menarik perhatian orang dan baik dan penurut. Ramya sangat sayang sekali pada kelincinya. Nama kelincinya adalah Rosila Indah. Ramya sering memanggilnya Rosa atau tidak Indah.
Suatu hari kelinci Ramya hilang. Ia sudah menyuruh semua pembantunya untuk mencarinya di mana-mana. Namun hasilnya tetap saja tidak ada.
Saat pulang sekolah, Ramya jatuh sakit. Pembantu Ramya, Caca, takut terjadi apa-apa pada Ramya. Apalagi ... Orang tua Ramya belum pulang, jadi Caca sangat khawatir.
Jam tiga kurang seperempat, Caca membuatkan Ramya jus wortel. Itu adalah jus kesukaan Ramya.
“Nona Ramya, ini jus kesukaan Nona!” kata Caca memberikan secangkir gelas lonjong.
“Tidak!” Ramya menolak.
“Kok tidak mau? Baiklah, saya akan menaruhnya di lemari es!” Ramya terdiam.
Tiga hari berlalu. Ramya diberikan seeokor kelinci yang sangat cantik. Dia lebih cantik daripada Indah. Bulunya halus dan tebal, warnanya putih dan ada sedikit cokelat-cokelat di bulunya dan warna matanya hijau.
Namun tanpa disadari orang tua Ramya, Ramya tidak suka dengan kelinci yang diberikannya.
“Ramya, ini mama dan papa belikan kelinci yang lebih bagus. Namanya Sinta IndahMekar Sari!” kata mama memberikan keranjang berisi kelinci itu.
“Tidak! Ramya tidak suka dengan kelinci itu!” Ramya mendorong keranjang kelinci itu.
“Lho kok tidak suka? Ini lebih mahal lho! Lebih cantik, indah dan manis. Bulunya aja putih!” Mama heran.
“Tidak! Aku ingin menemukan Rosa!” Ramya berlari ke dalam kamarnya. Ia menangis. Mama datang untuk menghibur Ramya.
“Sayang, mungkin hewan peliharaan itu memang hidup. Tapi hewan tidak memiliki akal. Allah hanya memberikan akal pada manusia saja. Akal itu harus dipergunakan. Jangan dibuang sia-sia. Itu mubazir dan tidak disukai oleh Allah. Nah, karena manusia mempunyai akal, seharusnya mereka bisa mengerti dan mencari cara untuk ...!” Pembicaraan mama terpotong Ramya.
“Bukan Ma ... bukan ... Ramya hanya ingin Indah kembali lagi! Aku sayang padanya. Aku takut dia diambil oleh orang lain!” Ramya menangis histeris.
Tiba-tiba, Caca datang.
“Maaf sebelumnya Nya, Non! Ada teman nona yang menyebalkan itu membawakan Indah!”
“Ha apa bener?” tanya mama tak percaya. Ramya langsung berlari ke ruang tamu.
“Linda .... Indah! Ken .. ken .. kenapa kamu bisa membawa Indah ke sini?” tanya Ramya mengambil keranjang kelinci.
“Yah sebenarnya aku hanya menemuinya. Aku pikir ini pasti kelincimu! Sebenarnya aku ingin memilikinya, tapi aku kasihan dan ingat sama kamu. Tidak apalah! Aku mau pulang dulu!” kata Linda.
“Tunggu. Katamu kau ingin memiliki seekor kelinci?”
“Ya! Kua mau memberikan seeokor kelinci untukku?” tanya Linda geer.
“Ya! Ini. Namanya Sinta IndahMekar Sari. Apa kau mau?” tanya Ramya mengambil keranjang Sinta.
“Waw tentu saja aku mau!” Linda pulang dengan sangat gembira. Hari ini, mereka jadi sahabat yang sangat gembira.
“Kelinciku!” Ramya memeluk Indah sambil mengeluarkan setetes air mata.


Tidak beli buku kalau tidak menulis satu Naskah!

Sebel-sebel-sebel. Setiap hari aku minta dibeliin buku, jawabannya selalu “Kirim dulu satu naskahmu ke Dar!Mizan baru dibeliin buku KKPK!”. Yah sebenarnya aku tidak terlalu sebel sih. Umi dan Abi selalu mendukungku untuk mnulis satu naskah dan cepetan kirim ke penerbit Dar!Mizan.
Hari ini, tadi pagi, selesai Abi mengaji,
“Bi beliin buku dong!” kataku.
“Buku apa?” tanya Abi menaruh Al-Qur’annya di lemari.
“KKPK! Kecil-kecil punya karya!” kataku.
“Gak, sebelum kamu kirim satu naskah kamu ke Dar!Mizan!” Kata Abi galak.
Yah sebel deh.
Siang hari, saat Umi buka laptop Abi, aku ceritakan pada Umi.
“Mi, masa tadi pagi, aku bilang begini sama Abi. ‘Bi beliin buku dong!’ langsung Abi jawab ‘Gak sebelum kamu nulis satu naskahmu dan dikirimin ke Dar!Mizan!’ gimana gak sebel!” kataku menutup laptop saat sudah selesai dipakai.
“Ya Umi mendukung omongan Abi! (memang sudah sering kaleee ... aku di ledek sama Umi kayak gitu). Umi sama Abi kan pengen kamu jadi penulis. Pengen bukumu diterbitin di Dar!Mizan. Ini bukan ancaman lho ... Umi memotivasi kamu agar terus menulis dan karyanya dikirimin!” Aku ke computer untuk menulis cerita ini. Wah kayaknya asyik kalu dijadiin cerpen.
Yak sekarang ini aku sedang menulis. Ingin cepet-cepet kirimin ke Dar!Mizan.
Moga-moga bukuku yang ini bisa diterima dan diterbitkan sebelum lebaran, karena aku ingin memamerkan hasil karyaku pada Bahbu dan Bahkung yang selalu meledek bahwasannya homeschooling kami tak punya karya.

Lupa PR!

Siang ini, matahari sangat menyengat. Sinarnya pwanaaaas .... sekali. Yanto sampai lupa mengerjakan PR-nya. Ia tidur siang sampai jam delapan. Waduh ... gak sholat dong?
“Yanto-Yanto. Tidur sampi malam. Sudah, habis ini kamu sholat isa jamaa maghrib lalu makan dan tidur!” Ah ibu tak tahu kalau Yanto lupa mengerjakan pr-nya.
“Emmh!” karena Yanto masih ngantuk, pikirannya kosong.
Seperti yang diperintahkan ibu, saat makan Yanto tidur kembali. Tapi tentunya tidur malam. Yanto sampai lupa kalau ada pr.
Saat subuh tiba, Yanto baru ingat kalau ia mempunyai pr dan harus membantu adiknya yang kelas enam mengerjakan pr matematika. Pr yang menyusahkan.
“Ayo kak, bantu Tina!” Tina merengek kencang.
“Aduh adikku yang manis ... yang baik ... yang cantik ... maaf ya kakak tidak bisa membantu kamu mengerjakan pr matematika. Sudah kebelet. Kakak mempunyai enam pr. Bahasa Inggris, Indonesia, Matematika, Sejarah, Sains dan Ips. Jadi tolong ya ...!” Yanto merengek ketakutan.
“Ya .... kakak mah! Lagian sih ...! Sudah janji ... dasar PEMALAS!”
“Yaaduh!” Yanto jadi kebingungan en kewalahan.
Pas disekolah, Yanto jadi bahan ketawaan dan ledekan temen-temen. Yanto mendapatkan hukuman skor selama tiga minggu.
Waduh ibu bisa marah nih!
T _ T
Gara-gara lupa PR sih!

Punya temen penulis? Asyiik!

Teman-teman, punya teman tidak? Teman penulis? Aku punya. Dia adalah Bella. Pengarang Beautiful Days ini lagi terus email-emailan bersamaku. Seneng sekali.
Pertama dia yang mengirim surat padaku, bahwasannya ia sudah melihat blogku. Dia juga berkenalan denganku. Ketika aku mengetahui bahwasannya Bella mengirim surat padaku, aku berteriak memberitahu Umi di tengah malam saat umi menemaniku membuka internet. Ketika Salma bangun, Aku menceritakan pada Salma. Ketika Abi bangun, aku berteriak pada Abi dan ketika Aufa bangun, aku juga bercerita padanya.
Wow Aufa, dan Salma terkejut sekali. Yang bener? Aku juga pengen dong dikirimin surat sama Bella. Baik sekali! kata mereka tak percaya.
Ow asyiik sekali ...
Selama ini kalau aku, atau Salma dan Aufa yang mengirim email pada para penulis, pasti tidak dijawab. Tapi saat Salma mengirim surat untuk Bella, dia menjawab. Dia pun menjawab email yang kirain aku takkan di jawab.
Waaah senengnya hatiku! Aku ingin cepet-cepet jadi penulis dan ingin mengikuti konfrensi penulis desember nanti, karena aku ingin mendapat penghargaan dari bapak Presiden dan ingin segera bertemu sama Bella.
Ya Allah, tolong kabulkan doaku. Semoga aku bisa jadi penulis sebelum desember 2008 nanti. Aku mohon Ya Allah.
Oh ya, lanjut lagi ya ke ceritaku.
Bella itu asyik diajak tulis menulis. Baik. Tak kusangka, seorang penulis mau mengirim surat sama orang yang tak terkenal? Wow itu sangat mengharukan. Aku hanya bisa mengucapkan dan memberikan TERIMA KASIH dan doa Agar Bella sukses selalu.

Amin!

Kue untuk kalian!

Siti Nabilla yang sering dipanggil Bella, sedang melihat seorang anak yang sedang memulung. Mengapa mereka harus memulung? pikir Bella dalam hati.
Anak-anak itu berkumpul dan memasukan barang-barang yang mereka ambil ke dalam satu karung. Mereka lalu memberikan hasil yang ada dan mengambil bayaran dari seseorang laki-laki yakni bos mereka yang bernama Toto.
Ternyata dari tadi, Bella mengikuti kemana pun mereka pergi.
“Yah uangnya tak cukup untuk beli nasi goreng tiga. Kalau dua tak bakal cukup untuk tiga belas anak. Lagian Mang Toto mah pelit banget. Cuma lima belas ribu, ya cuma cukup untuk beli nasi goreng dua dan dua gelas aqua. Ugh!” kata Yanti, salah satu anak itu.
“Ya sudahlah Ti, terima aja. Mungkin emang barang yang kita cari dan ambil memang dikit! Yuk, yang penting bisa mengganjal perut!” Dina teman Yanti menasehati dan menghibur.
Bella berlari untuk pulang. Dia mencari mama dan papanya yang dari tadi lagi menulis di laptop.
“Ma ... pa ... Aku pulang!” kata Bella berteriak.
“Ya ... mama dan papa ada di kamar!” kata mama.
“Ma aku boleh ngambil tabunganku satu juta gak?” tanya Bella.
“Apa? Sebanyak itu? Yang benar saja dong nak! Masa anak kecil se-kamu ngambil sejuta? Seratus ribu saja lah!” Mama kaget.
“Ayolah ma! Ini penting! Ok. Aku ambil BCA mama lalu kembalikan lagi!” Bella mengambil BCA mama lalu langsung pergi.
“Ee-e-e-eh ....!” Mama mengejar Bella.
“Pa ayo dong bantuin mama!” Mama menarik tangan papa yang lagi menulis di laptopnya.
“Iya-iya ah!” kata papa.
Sebelumnya mama dan papa tidak langsung melarang Bella. Mereka akan membuntuti Bella.
Untuk apa uang itu digunakan? Kalau aku sudah tahu, dan ternyata uang itu hanya digunakan untuk poya-poya, hura-hura, aku enggak akan membolehkan lagi dia mengambil kartuku! pikir mama dalam hati.
Bella membeli nasi goreng tiga belas, es teh tiga belas, baju untuk tidur 26 di toko baju murah, lalu membeli sebuah amplop berwarna merah muda.
Bella mencari anak-anak pemulung tadi. Papa dan mama masih saja mengikuti ke mana Bella pergi.
“Eh-eh kalian kemari deh!”
“Ada apa kak?” tanya Yanti.
“Nama kamu siapa?” tanya Bella.
“Aku Yanti, ini Dina teman saya, ini Afdel kakak saya, ini Dino adik saya, ini Fifa, ini Kola, ini Sifa, ini Sofa kembarannya Sifa, ini Gola, Unti, ini Kiki, Dwa, Tuki. Kakak siapa? ada apa?” tanya Yanti.
“Oh nama saya Bella. Saya ingin memberikan ini untuk kalian. Silahkan di buka!” kata Bella.
“Ah kak, ini nasi goreng?” Yanti terkejut.
“Eeem!” Bella mengangguk-ngangguk.
“Ah kak, ada es teh, baju, dan satu lagi ... sebuah amplop. Apa isinya kak?” tanya Yanti. Temen-temen Yanti dan saudara-saudaranya berkumpul mendekati Yanti.
“Buka saja!” Bella terseyum sangat manis.
“Ah uang! Terima kasih kak Bella. Aku sayang sama kamu!” kata Yanti.
“Ya aku juga sayang. Tapi aku harus pergi. Sampai jumpa!” Bella pamit. Saat Bella melangkah ke belakang, Orang tuanya mememluknya.
“Sayang, hatimu baik sekali. Mama seneng dan bangga punya anak seperti kamu!” kata mama memeluk Bella dengan erat.
“Papa juga!” Papa menangis. Beliau memang sangat sayang pada Bella.



Bulan Puasa ... Penuh Berkah!

Bulan puasa sebentar lagi. Tera sudah menanti-nanti bulan yang penuh berkah itu dari dulu. Ia sudah mempunyai rencana dibulan yang penuh berkah itu. Yaitu, memberikan zakat pada orang-orang yang tak mampu. Memang itu adalah kewajiban seorang ayah, namun apa salahnya anak kecil mau mencoba.
Tera adalah anak yang mempunyai hati bersih, wajahnya cantik, berjilbab dan ia selalu tersenyum.
Bulan puasa tiba. Tanpa disadari, kantor ayah Tera bangkrut. Sejak itu, mereka tidak mempunyai banyak uang. Tera pun sedih.
“Tera, bulan puasa ... penuh berkah. Kamu sudah mempunyai niat untuk memberikan zakat pada orang-orang yang tidak mampu. Namun kamu tidak bisa melakukan itu karena kamu mempunyai sebuah masalah. Akan tetapi, Allah akan memberimu pahala sebagaimana kamu memberikan zakat pada orang-orang yang tak mampu. Karena kamu sudah mempunyai niat sebelumnya. Begitu. Jadi kamu jangan sedih lagi!” kata Ibu.
“Yang bener? Alhamdulillah. Allah baik sekali!” Tera memeluk ibunya.
“Sebenarnya bukan hanya di bulan puasa saja, di bulan-bulan lainnya juga begitu. Namun kita tak boleh sengaja. Kalau misalkan kita masih belum mempunyai uang, jangan berharap untuk membantu orang-orang yang tak mampu. Mengerti sayang?”
“Ya Bu!”